Friday, June 8, 2007

Mencoba (juga) untuk Lebih Memahami

Ketika kita melihat seseorang maka yang akan terlihat sepintas adalah cara orang tersebut berpakaian, apa yang ia lakukan, bentuk secara fisiknya dan semua hal yang sifatnya kasat mata. Namun sebagai orang bijak, kita tidak bisa menilai seseorang hanya dari aspek itu saja, kita juga dituntut untuk bisa melihatnya dari sisi yang lain, sisi yang tidak kasat mata, sisi yang akan kita pahami ketika kita benar-benar mengenal dan memahaminya lebih jauh. Jika sudah demikian, maka akhirnya kita akan tahu dan kita bisa memberikan pendapat yang lebih objektif kepada orang tersebut.
Andai kita hanya melihat secara kasat mata kemudian kita langsung sampaikan kepada yang bersangkutan bahwa dia adalah seorang yang jelek tanpa memahami mengapa orang tersebut berperilaku seperti itu, padahal kita belum mengenal orang tesebut dengan baik maka sangat mungkin akan muncul perasan tidak dihormati dari orang yang menerima kritikan tersebut. Jika demikian adanya, bukannya berterima kasih kepada yang telah menunjukkan kejelekan atau kekurangannya, tetapi yang terjadi justru perasaan negatif, perasaan yang sifatnya destruktif bagi sebuah hubungan yang terjalin.
Kalaupun kita sudah mengenalnya lebih jauh, untuk bisa menyampaikan apa kekurangan seseorang tetap saja perlu diperhatikan keadaan orang yang akan kita kritik pada saat itu, apalagi ketika kita ingin menyampaikannya kepada orang lain yang bahkan belum atau tidak kita kenal sama sekali. Lalu bagaimana caranya? Caranya adalah seperti yang telah disebutkan di atas, kenali lebih jauh kondisi dia pada saat itu, kenali bagaimana dia bisa menerima sebuah nasehat, kapan sebuah nasehat itu akan dia terima dengan lapang dada dan menimbulkan semangat untuk memperbaiki, dan kapan nasehat atau kritikan itu justru akan membuatnya semakin tertekan dan membuatnya tidak bersemangat lagi.
Andai saja kita bisa memahami itu semua, apapun yang akan kita sampaikan pada seseorang pasti akan lebih mudah diterima.
Begitu juga ketika kita ingin berbagi cerita kepada orang lain mengenai kejelekan seseorang. Akan lebih baik jika sebelum meminta pendapat orang lain mengenai kejelekan seseorang, kita lakukan pendekatan terlebih dahulu kepada yang bersangkutan dan berusaha mengingatkan dan menasehatinya mengenai kejelekannya itu. Jika yang bersangkutan bisa menyadarinya, itu jauh lebih baik, artinya kejelekan yang dia miliki sangat besar kemungkinannya untuk diperbaiki. Jika demikian, berarti bahwa hanya kita dan orang tersebut yang tahu kejelekannya. Lalu kapan kita perlu meminta pendapat orang lain? Tentu saja setelah proses penyadaran yang baru saja disebutkan tidak mendapatkan respon positif dari yang bersangkutan.
Betapa indahnya jika dalam setiap diri kita bisa mempunyai sikap untuk bisa melihat orang lain tidak hanya dari sisi kita sendiri, tetapi juga dari sisi yang lain. Pada saat tertentu, kita perlu mencoba untuk menempatkan diri pada posisi orang lain agar bisa turut serta merasakan sesuatu yang mungkin sebelumnya belum pernah ada dalam pikiran kita.
Ya…mencoba untuk (juga) memahami orang lain memang bukan pekerjaan yang mudah, tetapi seandainya saat ini saya, anda, dan kita semua sudah bisa menerapkannya dalam kehidupan kita sehari-hari maka sebuah hubungan yang harmonis adalah efek yang paling nyata dari hal tersebut. Hubungan yang harmonis yang juga sama-sama dilandasi oleh kedewasaan yaitu kedewasaan dalam memahami orang lain.
By : Author and Editor

No comments:

Post a Comment