Wednesday, May 20, 2015

Teruslah Iri dan Bandingkan Diri

Suatu hari saya bertanya kepada guru saya tentang bolehkah kita merasa iri dengan orang lain?  Secara singkat, guru saya pun menjawab bahwa kita hanya boleh iri  hanya untuk sesuatu yang terkait dengan ilmu dan kebaikan, selainnya kita harus lebih banyak bersyukur. Kalau bahasa sederhananya, untuk ilmu dan kebaikan, tengoklah ke atas, sedangkan untuk selain itu, tengoklah ke bawah, lihatlah kondisi orang-orang yang tidak lebih beruntung daripada kita.

Apakah penjelasan di atas bisa diterima alias masuk akal? Ya bisa jadi akan sangat subjektif. Saat kita iri dengan ilmu dan kebaikan, maka kita mungkin akan menyampaikan pernyataan seperti ini, "wah saya iri dengan beliau ini kebaikan dan ilmunya luar biasa banyak ya". Berhenti sejenak, kira-kira apa yang kita rasakan setelah menyampaikan pernyataan di atas? Kalau saya pribadi rasanya lebih nyaman. Lalu bagaimana jika terkait dengan materi? Saat melihat orang yang memiliki materi lebih banyak, coba sampaikan " Wah saya iri dengan dia, hartanya banyak sekali ya". Berhenti sejenak, apa yang kita rasakan? 
Kalau saya pribadi tidak terlalu nyaman, justru memunculkan perasaan kurang pada diri sendiri.

Lalu bagaimana dengan membandingkan diri kita dengan orang lain? Ya tergantungk konteksnya, kalau setelah kita membandingkan diri kita dengan orang lain kita menjadi semangat ya tidak jadi masalah, kecuali kalau sebaiknya. Walaupun secara umum, kalau kita terlalu banyak membandingkan diri kita dengan orang lain, secara keseluruhan perasaan kita biasanya tidak terlalu nyaman. Apalagi kalau perilaku membanding-bandingkan ini kemudian dikaitkan dengan rasa bersaing yang tidak sportif.

By the way, dalam buku Build to Last yang dikarang oleh James C. Collins dan Jerry L. Porras, sebuah buku menarik yang meneliti tentang beberapa perusahaan yang disebut sebagai perusaahaan visioner, dalam buku tersebut disebutkan bahwa saat disebutkan tentang 'bersaing', maka fokus perusahaan visioner bukan pada bersaing dengan kompetitornya tetapi bersaing dengan dirinya sendiri. Maksudnya adalah perusahaan-perusahaan visioner ini lebih berfokus untuk membandingkan kondisi mereka saat ini dengan sebelumnya, apakah sudah lebih baik lagi dan seterusnya.

Menurut saya ini sangat menarik, tetap menjadikan kondisi eksternal sebagai salah satu faktor pembanding tetapi tetap memberikan fokus lebih banyak kepada pengembangan internal untuk terus bertumbuh dari waktu ke waktu. Bukankah orang yang rugi adalah orang yang kondisinya hari ini sama dengan hari kemarin?

Maka kembali lagi pada pembahasan mengenai iri dan membandingkan, mungkin kita bisa letakkan syukur sebagai salah satu solusinya. Dalam syukur kita akan bisa mengelola perasaan iri dan membandingkan ini dengan lebih baik. Saat bersyukur, tentu kita akan membandingkan betapa nikmat yang kita terima dari satu waktu ke waktu yang lain terus saja bertambah. Saat bersyukur, mungkin kita juga bisa merasa iri, "ya Allah saya iri dengan hambaMu yang bisa lebih bersyukur daripada hamba, mereka yang bisa mengelola amanahMu berupa titipan tubuh, pikiran, rasa, harta dan semuanya dariMu dengan baik. Maka jadikan hamba seperti mereka ya rabb.........".
 
 

Money and Happiness

Pernahkah sahabat mendengar sebuah cerita klasik dari Anthony De Mello, menceritakan tentang dialog antara seorang nelayan dengan seorang pengusaha yang mendatanginya.

Pada suatu hari, saat melihat ada seorang nelayan sedang begitu santainya duduk di depan perahunya, pengusaha kaya pun mendatanginya dan bertanya, "Kenapa kamu justru bersantai-santai saja? Bukankah kamu seharusnya lebih rajin bekerja, mencari lebih banyak ikan, sehingga akhirnya kamu bisa menabung dan bisa membeli sebuah kapal penangkap ikan?"

Nelayan yang sedang bersantai di depan perahunya pun tersenyum dan balik bertanya,  "Hehehe... lha memangnya kalau sudah punya kapal penangkap ikan lalu apa yang akan terjadi?"

"Ya.. kamu akan bisa menangkap ikan lebih banyak dan kalau kamu bisa menangkap ikan lebih banyak, kamu bisa punya banyak uang" jawab pengusaha kaya itu.

"Lha kalau aku sudah punya banyak uang, lalu apa lagi yang akan terjadi?" tanya nelayan itu lagi.

"Kamu bisa membangun rumah, menyekolahkan anak-anakmu, membeli lebih banyak kapal, dan masih banyak lagi" jawab pengusaha kaya dengan mantap.

"Oo.. begitu, memangnya kalau sudah punya semua itu apa lagi yang bisa kudapatkan?" nelayan itu masih melanjutkan pertanyaannya.

"Sederhana saja, kamu akan merasakan yang namanya bahagia" ujar pengusaha kaya sambil menepuk pundak si nelayan.

"Hahahaha... kalau bahagia yang dicari, dari tadi aku duduk di sini saja sudah merasakan sangat bahagia" kata nelayan sambil ngeloyor pergi meninggalkan si pengusaha kaya yang diam terbengong.
Sebuah cerita yang sangat kreatif, menceritakan bagaimana kebahagiaan yang dirasakan seseorang tidak selalu berkorelasi dengan banyaknya materi yang dia terima dalam kehidupan sehari-hari.  Bahkan terdapat sebuah penelitian menarik di Amerika yang menyebutkan bahwa semakin tingginya kekayaan seseorang ternyata tidak selalu selaras dengan semakin tingginya kebahagiaan.

Penelitian lain menyebutkan bahwa saat seseorang sama-sama memiliki uang dalam jumlah yang sama, mereka yang menggunakan uangnya untuk kepentingan dirinya saja ternyata tidak lebih bahagia dibandingkan mereka yang menggunakan seluruh atau sebagian uangnya untuk membantu orang lain. Data tambahan terkait dengan memberi kepada orang lain yaitu memberikan uang kepada seseorang yang lebih kuat ikatan emosionalnya akan membuat orang lebih bahagia dibandingkan memberikan kepada orang yang lemah secara ikatan sosialnya. Niat seseorang dalam memberikan juga berpengaruh terhadap tingkat kebahagiaannya.

Pertanyaannya, sebenarnya uang itu ada pengaruhnya ngga sih terhadap kebahagiaan? Ya, uang berpengaruh tetapi tidak segala-galanya. Ada batasan tertentu di mana uang itu tidak lagi berpengaruh kepada subjective well being seseorang. Orang kaya yang sudah sampai pada level pendapatan tertentu akan lebih senang untuk ditanyakan yang tidak berkaitan dekat dengan pendapatan atau uang.
Orientasi materialisme, menurut Kasser (2004) paling tinggi berada pada masa remaja, dan menariknya semakin turun tingkat materialisme seseorang, semakin tinggi tingkat kebahagiaan.

*Berbagi catatan dari presentasi dengan tema "Money and Happiness" di kelas Psikologi Positif

Tentang Appreciative Inquiry

Pernahkah sahabat mendengar tentang Appreciative Inquiry?
Menurut pemahaman saya, appreciative inquiry adalah semacam formula yang kita bisa terapkan dalam menyikapi perjalanan hidup kita di dunia ini.
Appreciative inquiry atau "4-D Cycle" terdiri dari 4 proses utama yaitu Discovery - Dream - Design - Destiny. 
Mari kita bahas satu persatu keempat "D" tersebut.

1. Discovery
Pertanyaan terkait dengan discovery  ini adalah  "what are the most promising and inspiring components of a desired future?". Kalau kita terjemahkan maka yang harus dilakukan dalam proses discovery ini adalah merumuskan yang disebut dengan purpose of life. Kita mensyukuri bahwa kita masih diizinkan untuk hidup di dunia ini. Kita menyadari bahwa kita diciptakan dengan sebuah tujuan mulia. Kita menyadari bahwa kita adalah makhluk yang harus berbakti kepada penciptaNya. Maka pertanyaan reflektif seperti :
- Siapa aku?
- Untuk apa aku diciptakan?
- Ke mana aku akan pergi?
Bisa kita gunakan dalam proses discovery ini.

2. Dream
Nah, setelah kita merumuskan purpose of life kita, selanjutnya adalah merancang lebih detil keinginan-keinginan turunan dari purpose of life kita tersebut. Pertanyaannya adalah "apa saja hal yang ingin saya wujudkan atau saya capai secara nyata sebagai bentuk komitmen saya terhadap purpose of life yang telah saya susun tadi?" Maka dalam dream ini akan muncul begitu banyak impian seperti melanjutkan S-3 di luar negeri, punya franchise lembaga training, punya bisnis kuliner, dan sebagainya yang semuanya terangkum dalam wadah purpose of life.

3. Design
Pada tahap ini, pertanyaan yang bisa kita ajukan adalah "bagaimana caranya mewujudkan semua hal yang telah saya tulis di bagian DREAM sehingga pada akhirnya purpose of life saya juga bisa tercapai?" Maka pada tahap ini proses yang kita lakukan adalah mengumpulkan seluruh sumber daya yang dimiliki dan kemudian digunakan sebagai bahan dalam perumusan sebuah strategi untuk pencapaian dream

4. Destiny
Destiny kalau kita tafsirkan secara luas berarti takdir. Apakah yang dimaksud di tahap ini merancang takdir? Tentu saja bukan. Kalau kita menggali lagi mengenai bagaimana kita bisa mengatakan bahwa itu takdir kita? Jawabannya adalah sesudah hal tersebut terjadi. Saat kita ingin pergi ke tempat A misalnya, saat kita belum sampai di tempat A maka kita tidak bisa mengatakan 'takdir saya hari ini adalah tiba di tempat A'. Kita bisa mengatakan bahwa takdir kita adalah tiba di tempat A setelah kita benar-benar mengalami bahwa kita tiba di tempat A.

Maka dalam tahap destiny ini adalah memperhatikan secara detil apa saja hal-hal yang telah berhasil dicapai, berapa prosentase tercapainya dan itulah 'takdir' yang telah kita capai dengan segenap upaya terbaik yang dilakukan di masa sebelumnya. Jika capaian kita sudah sesuai dengan yang diharapkan, maka seharusnya kita berupaya untuk menjaga dan mempertahankan sebaik mungkin dan bahkan bagaimana terus meningkatkan kualitasnya dari waktu ke waktu. Jika ternyata sebaliknya, maka menjadi bahan evaluasi yang sangat berharga.

Lalu bagaimana agar saat kita 'gagal' kita bisa segera bangkit lagi. Kalau kita lihat siklusnya, Discovery-Dream-Design-Destiny-Discovery-Dream-Design-Destiny......dst, maka kita perlu kembali lagi pada rumusan purpose of life kita. Setelah kita temukan lagi secercah hikmah dan semangat di dalamnya, kita cek lagi kesesuaian dream dengan purpose of life dan kesesuaian dream dengan designnya, daan terus berlanjut seperti itu. Alur ini pun berlaku saat dream yang kita inginkan terwujud dengan baik.

Nah, ini adalah pemahaman sederhana dari saya, semoga bermanfaat, saling berbagi, saling mengingatkan, semoga apa yang menjadi harapan sahabat pembaca semua bisa tercapai.

Salam tentrem :)
 

Kesulitan atau Kemudahan

Sebagai manusia seharusnya kita meyakini bahwa Tuhan telah menyiapkan segala macam bekal yang kita perlukan untuk terus menjalani hidup ini dengan mudah. Keyakinan yang sejalan dengan kalimat suci dalam kitabNya " ... sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan dan bersama kesulitan itu ada kemudahan...". Dia Tuhan Yang Maha Mulia bahkan menyampaikan bahwa kemudahan itu sendiri mengiringi kesulitan yang dihadapi. Lho berarti Tuhan kasih kita kesulitan atau masalah juga berarti?

Sebentar-sebentaar, tidak bisa juga dikatakan begitu. Sebab dalam hal melihat hal apapun yang diberikan olehNya, tentu kita tidak bisa menyandarkan kebenaran hanya pada pemikiran kita sendiri. Satu prinsip dasar yang harus kita miliki adalah meyakini bahwa apapun yang diberikanNya kepada kita, itu adalah sesuatu yang memang sedang kita butuhkan (termasuk kesulitan atau masalah yang kita hadapi) dan apapun itu, semuanya adalah bertujuan baik.

Bukankah kalau kita lihat dari redaksionalnya, bahwa kesulitan itu beriring dengan kemudahan dan sebaliknya? Maka sulit atau mudah itu adalah dua hal yang beriringan. Sulit atau mudah itu adalah tentang persepsi kita sendiri dalam melihatnya. Saat kita melihatnya sebagai sebuah kesulitan atau masalah, maka menjadilah hal tersebut sebagai sesuatu yang sulit sampai kita kemudian mau merenungi, memaknai dan menjadilah itu sesuatu yang mudah.

Maka terbukanya sebuah solusi dari sebuah hal yang awalnya kita anggap sebagai sesuatu yang menyulitkan kita adalah seberapa cepat kita mengubah persepsi kita atas hal tersebut dan yang tidak kalah penting juga adalah keinginan kita untuk bergerak menuju solusi tersebut.

Cara paling mudah yang bisa lakukan untuk mengubah persepsi dengan cepat atas sebuah kejadian yang dialami adalah menanyakan beberapa kata berikut :
"Kira-kira, apa kebaikan, hikmah atau pelajaran yang Allah ingin sampaikan kepada saya dengan kejadian atau orang yang Dia kirimkan untuk saya ini ya?"
Langkah selanjutnya adalah mengajak diri kita untuk kemudian menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah kepada solusinya :
" Bagaimana saya bisa menyelesaikan tantangan ini dengan lebih mudah ya? Mulai dari mana sebaiknya? Apa langkah-langkah yang harus saya lakukan mulai sekarang? Siapa yang harus saya hubungi untuk meminta bantuan? Apa buku yang harus saya baca lagi? Dst"
Langkah terakhir adalah segera BERGERAK!! Ya melangkah untuk menjemput solusi terbaik yang telah disediakanNya.

By the way, lanjutan dari perkataan suci "bersama kesulitan ada kemudahan dan bersama kesulitan ada kemudahan adalah....  Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain), dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap"
Lakukan saja yang terbaik untuk setiap urusan yang kita jalani, kemudian pasrahkan seluruh hasil kepadaNya. Kita tidak diminta untuk berhenti pada satu titik, melainkan diminta untuk terus bergerak. Bergerak terus dari satu "urusan" ke "urusan" yang lain dengan landasan niat yang kuat, semangat yang kuat berbarengan dengan kedamaian hati karena teriring juga kepasrahan di dalamnya.
Batu, bisa jadi akan menjadi "sandungan" saat kita menganggapnya masalah dan akan jadi "loncatan" saat kita menganggapnya sebagai tantangan.

Salam tentrem :)

Friday, May 1, 2015

Awali Hari dengan Niat Sempurna

Ceritanya beberapa hari yang lalu saya mendapatkan tugas untuk melakukan presentasi di mata kuliah psikologi positif. Tema presentasinya adalah tentang flow dan mindfulness. Lho... keren kan? Nah, lebih keren lagi, entah karena kebawa suasana pas buat materinya atau bahkan sisi kognitif dari diri ini sudah mulai terkontaminasi oleh materi yang dibaca dan ditulus, tiba-tiba saja suasana aktivitas yang saya jalani menjelang presentasi penuh dengan kemindfulnessan. 

Jadinya pas makan, juga jadi pelan-pelan, pas wudhu juga jadi pelan-pelan, pas sholat juga jadi lebih pelan dan sadar, widiih... kok jadi gini ya, batin saya saat itu. Eh, by the way, bagi teman-teman yang belum tahu apa itu mindfulness, maka terjemahan sederhananya adalah sebuah kondisi dimana pada saat itu, perhatian kita, pendengaran dan rasa kita, terfokus pada satu hal saja, hadir, berada dalam suasana SAAT INI. Insya Allah, semoga suatu saat nanti bisa diomongin lebih lanjut dalam tulisan.

Oke, kita balik ke topik yak. Ada sebuah hadits yang sangat terkenal yang menyebutkan bahwa "segala amal itu tergantung dari niatnya". Ini pernyataan mulia yang sangat layak untuk dikaji. Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa mereka yang bisa mendapatkan manfaat dari istilah 'niat' ini adalah mereka yang tidak hanya memahami, tetapi juga meresapi sekaligus melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.

Setuju dengan pernyataan di atas? Sabar, tak perlu setuju sekarang. Saat ini yang perlu kita sama-sama lakukan adalah melakukan eksperimen dengan contoh beberapa yang akan saya tulis berikut ini. Sengaja saya tuliskan 'kita' karena ini juga bagian dari upaya saya untuk bisa istiqomah dalam meluruskan niat karenaNya dalam menjalani setiap aktivitas yang kita jalani di dunia ini.

Beberapa eksperimen yang bisa kita lakukan, diantaranya sebagai berikut ini :
  • Bagi Anda yang masih belajar atau kuliah, maka sebelum kuliah, sempatkan sejenak sebelum berangkat untuk mengucapkan dan meresapi pernyataan ini "Ya Tuhan, terima kasih atas kesempatanMu untuk aku belajar hari ini. Mohon tambahkanlah ilmuMu, mohon mudahkanlah hambaMu dalam memahami, menyerap dan kemudian memanfaatkan semua ilmu tentang kebaikan hari ini, semoga aktivitas hamba menuntut ilmu hari ini bisa menjadi bagian dari persembahan terbaik untukMu dari ku, Tuhan, aku niatkan untukMu, sebagai ucapan syukur atas titipan karuniaMu berupa mata, telinga, mulut, akal dan sebagainya. Dengan menyebut asmaMu yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang" daan.. mulailah belajar.
  • Bagi Anda yang bekerja, sebelum berangkat kerja, sempatkan untuk mengucapkan dan meresapi kata -kata berikut ini, "Ya Tuhan, hamba niatkan aktivitas hamba dalam pekerjaan ini sebagai persembahan terbaik untukMu, sebagai wujud ikhtiar terbaik dari hambaMu ini dalam rangka menjemput karuniaMu berupa rizki, sebagai bagian dari tanggung jawab hambaMu terhadap amanah yang Engkau titipkan berupa seluruh anggota tubuh ini yang harus hamba gunakan dengan baik. Sebagai bagian dari tanggung jawab hambaMu terhadap amanah berupa keluarga (istri, anak, kakek-nenek) agar mereka terbimbing dan sejahtera. Maka mudahkan dan lancarkan aktivitas kami di pekerjaan kami ini ya Tuhan. Berkahilah kami"
  • Selanjutnya, bisa dikembangkan sendiri. Saat makan, makan bisa dimaknai sebagai salah satu upaya untuk mensyukuri titipanNya berupa anggota tubuh. Saat berbagi ilmu, maka diniatkan sebagai kepatuhan menjalankan perintahNya unutk menebarkan kebaikan, dan seterusnya. 
Kata kuncinya adalah "syukur", "tanggung jawab", "mohon kelancaran, kemudahan, mohon petunjuk", "kepasrahan".

Alhamdulillaah, beberapa saat yang lalu, saya sudah melakukannya. Hasilnya bagaimana? Silakan dicoba dulu ya. Lihat, dengar, dan rasakan betul apa yang akan terjadi pada diri Anda.

Semoga bermanfaat