Monday, December 16, 2013

Dahlia (memang) Indah (2)

Saat saya duduk di dekat sang anak, sang anak ini menangis. Saya tidak tahu persis kenapa anak ini tiba-tiba menangis. Perasaan wajah beta tak terlalu menakutkan deh, huehehe. Lalu apa penyebabnya ya? Saya pun mencoba untuk mengajak komunikasi adek kecil ini. Namun sayangnya si adanek tidak terlalu merespon apa yang saya lakukan. Wah... kudu bagaimana lagi nih, batin saya lagi.

Tak berapa lama ibunya datang lagi, kembali menemani sang anak. Sambil saya bergeser, saya pun mulai mengajan sang ibu berinteraksi. Ternyata beliau dan anaknya ini berasal dari Banyuwangi, sehari-hari beliau memang tinggal bersama anaknya di bus. Profesi beliau adalah kondektur di bus ini. Adapun anaknya, akhirnya terpaksa diajak karena ternyata sang anak ini tidak mau tinggal bersama ibunya.

Pelajaran pertama, bagaimanapun kondisinya, dekat dengan ibunda tercinta memang memberikan kenyamanan tersendiri, yang tak tergantikan oleh apapun juga. 

 Tak berapa lama, masuklah seorang penumpang baru, seorang ibu-ibu. Karena kursi sudah penuh, ibu-ibu ini pun berdiri. Saya pun mempersilakan sang ibu untuk duduk di dekat istri saya dan saya pun memilih untuk berdiri. Nah ini dia, di sebelah saya berdiri ternyata adalah seorang waria. Wehehehe... alih-alih berpikir untuk menjauh dari beliau ini (saya panggil beliau mbak), saya memilih untuk membuka diri, berkomunikasi dengan beliau. Bukankah setiap orang yang kita temui adalah guru? bukankah setiap tempat adalah sekolah ? dan bukankah setiap detik adalah pelajaran? Parasut akan berfungsi dengan baik saat terbuka dan saya pun memilih untuk membuka diri terhadap adanya pelajaran berharga yang mungkin dikirimkan kepada saya melalui mbak ini.

Nama beliau, sebut saja Tince (bukan nama sebenarnya). Aktivitas beliau sehari-hari adalah mengamen dari bus-ke bus. Setiap hari sabtu beliau ini ngamen di malioboro sampai malam. Awal-awal  ngobrol, bicara ngalor ngidul tentang pengalaman-pengalaman si mbak ini. Bagaimana interaksi dengan para penumpang bus, bagaimana dia berproses untuk pindah agama. Bagaimana kondisi orang tuanya. Subhanallah, ceritanya sangat menginspirasi. Finally, di akhir saya turun bus, saya pun mendapatkan sebuah kesimpulan tentang anak dan kondektur wanita yang saya ceritakan di depan. Apa saja itu? Tunggu di part 3 (terakhir) yaa...

See.... uu...

No comments:

Post a Comment