Tuesday, May 7, 2013

The Art of Happiness (Part 2)


Ya... semua terjadi karena suatu alasan. Maka tak perlu kita terlalu sering membandingkan diri kita dengan orang lain, kecuali mengenai ilmu dan amal. Kenapa ilmu dan amal? karena berlomba-lomba dalam kebaikan itu diijinkan bukan? asalkan masih dalam koridor yang sewajarnya.

Selain itu? Alih-alih berpikir mau membandingkan diri dengan orang lain, mendingan banyakin syukurnya saja  kan? Salah satu resep bahagia adalah dengan bersyukur. Bersyukurlah...maka akan ditambahkanNya kepada kita nikmat... Kira-kira demikianlah redaksional dari salah satu ayat di kitab suci. Kalau kita ingin terjemahkan ini kalimat dengan keterbatasan logika manusia, maka akan menjadi seperti ini Kalau kita bersyukur, akan ditambahkan nikmat, saat kita belum merasa perkembangan nikmat (baca : bahagia) itu tandanya belum bersyukur. Simple kan?

Oke, balik ke istilah semua terjadi karena suatu alasan. Saat kita menyadari betul apa makna dari istilah ini, maka setiap hal apapun yang sedang kita alami atau sedang kita kerjakan pun akan memiliki value yang berbeda. Karena memang makna dibalik kata 'alasan' itu sangatlah dalam. Iya, alasan yang tidak lain tidak bukan adalah mengacu kepada tugas manusia di dunia ini untuk beribadah kepadaNya.

Barangkali ilustrasi berikut bisa membantu...

Pada suatu hari tersebutlah ada 3 orang pekerja yang ketiganya adalah pekerja bangunan untuk membangun sebuah tempat ibadah. Tak berapa lama lewatlah seorang pemuda yang kemudian bertanya kepada ketiga pekerja tersebut. Pertanyaannya sama "bapak sedang ngapain di sini?".

Pekerja pertama menjawab dengan ketus"Memangnya kamu engga liat apa, jelas saya lagi nata batu bata gini kok"
Pekerja kedua menjawab dengan jawaban yang tak kalah ketus "Kurang kerjaan ya kamu, ya namanya juga pekerja bangunan, ya kita lagi kerja biar dapet duit"
Pekerja ketiga menjawab "Alhamdulillaah mas, ini sedang membangun tempat ibadah. Saya tidak bisa menyumbang materi, maka saya akan bekerja sebaik-baiknya agar bangunan ini berkualitas tinggi sehingga aman saat digunakan untuk beribadah"

Well, sama kondisinya, tetapi menjadi berbeda pemaknaannya antara satu orang dengan orang yang lain. Pekerja ketiga ini memiliki sudut pandang yang lebih dalam dalam memaknai aktivitas yang sedang dia kerjakan, sementara 2 pekerja yang lainnya belum memiliki itu.

Sama seperti kisah seorang karyawan hotel yang tugasnya setiap hari adalah memeriksa kondisi semua pintu kamar hotel tempat dimana dia bekerja. Saat ditanya "Pak, apakah bapak tidak bosan setiap hari kerjaannya hanya memeriksa pintuu saja?" Lalu bapak ini menjawab "Tugas saya lebih dari hanya sekedar memeriksa pintu. Saya sadar bahwa yang menginap di hotel ini begitu banyak. Ada bapak yang memiliki keluarga, ada bos yang memilliki banyak karyawan, ada seniman yang memiliki banyak penggemar dan masih banyak lagi. Saya sangat tidak ingin hanya karena pintu rusak, sehingga aktivitas beliau semua terganggu. Apalagi jika terjadi kondisi darurat seperti adanya banjir, kebakaran atau apapun itu. Jangan sampai jiwa mereka melayang hanya gara-gara pintu yang tidak bisa dibuka"

(to be continnued - part 3)

No comments:

Post a Comment