Monday, March 24, 2014

Membaca Alam (Part 3)

Sepulang dari Pemalang, kami mampir Purworejo terlebih dahulu sebelum paginya ke Jogja karena ada beberapa aktivitas yang harus diselesaikan..
Awalnya, saya berencana menggunakan travel untuk pulang ke Jogja. Dari rumah Purworejo, saya diantar isteri menuju salah satu penyedia jasa travel yang ada. Begitu sampai di pos travel (saat itu menunjukkan jam 12.55), oleh petugas diinformasikan bahwa travel terdekat yang ke Jogja baru datang jam 13.30. 
Sempat berpikir sebentar sebelum akhirnya memutuskan untuk melihat dulu ke tempat pemberhentian bus terdekat, barangkali ada bus yang sudah siap berangkat. Sembari tetap mengatur waktu untuk bisa kembali ke pos travel tepat waktu jika ternyata tidak ada bus yang standby di tempat pemberhentiannya. Ternyata di tempat pemberhentian bus, SUDAH ADA bus yang menunggu dan segera berangkat pula.

#Noted : there is no failure only feedback, tidak ada kegagalan, yang ada umpan balik. MELANGKAHLAH, MAJULAH.... tanpa melangkah, kita tidak akan tahu jalan baru, pengalaman baru. Selalu ada risiko di setiap hal yang kita lalui. Perlukah pertimbangan? Tentu saja perlu. Setelah itu? Ya JALANI. Toh risiko itu tidak selalu dalam bentuk yang tidak menyenangkan bukan?

Dalam bus, saya duduk di samping seorang pria paruh baya yang awalnya tampak tidak peduli dengan kedatangan saya yang tiba-tiba duduk di samping beliau. Sampai beberapa saat berlalu, tiba-tiba saja barang yang beliau bawa terjatuh dari pangkuannya. Oh, ternyata bapak ini mengantuk, hehe...

Ngantuk yang membawa berkah, haha... Lho kok bisa? karena setelah barangnya  jatuh itu, beliau akhirnya mulai membuka komunikasi dengan saya. Mulai dari basa-basi sejenak, sampai akhirnya saya memposisikan diri sebagai pendengar setia atas apa yang beliau ceritakan, sambil beberapa kali mengajukan pertanyaan untuk memancing cerita selanjutnya. 

Bapak ini namanya pak Edy, beliau adalah pensiunan salah satu BUMN. Usia beliau sudah 60-an lebih. Beliau ternyata berasal dari keturunan Batak. Tepatnya Batak Simalungun, beliau bermarga Damanik. Sebuah rangkaian cerita yang sangat menarik dari pak Edy. Setiap suku ternyata memiliki adat-istiadat yang berbeda. Beliau menceritakan mengenai bagaimana susunan kekerabatan dari suku Batak yang mana kalau orang batak itu dalam penyebutan kerabat jauh lebih spesifik. Tidak hanya cukup Om, Tante, Pakdhe , Budhe, tapi dibedakan. Misalnya saja paman, bisa disebut Tulang bisa disebut Amang, tergantung jalurnya. Kemudian dilanjutkan dengan prosesi pernikahan, prosesi kematian sampai proses pemberian marga.

Indonesia sangat kaya dengan budayanya, itu baru Batak, belum lagi suku-suku yang lain. Di akhir pembicaraan Pak Edy berpesan, "Mas... mumpung masih muda, ayo keliling Indonesia. Saya yakin Anda bisa"

#TErima kasih pak Edy :)

No comments:

Post a Comment