Sunday, October 16, 2016

Introduction #Parentips-Series

Pikiranku bukan pikiranmu
Pikiranmu juga bukan pikiranku
Tatapan matamu adalah milikmu
Tatapan mataku adalah milikku
Suara merdu kau dengar
Itu menurut pendengaranmu
Suara kasar tak beraturan
Itu  menurut pendengaranku

Ah, tak mungkinkah bertemu
Berpadu
Ah, lalu mengapa setuju bersamamu
Mengikat janji di depan para tamu
Salahkah kau dan aku
Salahkah Tuhan mempertemukan kita

Karena kau tetap jadi kau
dan aku tetap jadi aku
Karena kau dan aku berbeda
Gurumu dan guruku berbeda
Perjalananku dan perjalananmu berbeda
Tak semua sama

Berhenti sajakah
Menyerah sajakah
Melebur sajakah
Ah, kau belum libatkan itu
Sisi bijaksanamu

Diamkan pikiran dan rasamu
Cobalah menyatu dalam angan
Menjadilah dirimu, dirinya dan lainnya
Lalu temukan makna
Kesucian cinta

Sajak Keluarga #1

Beberapa waktu yang lalu saya bertemu dengan seorang klien, seorang wanita muda yang baru saja menikah dengan suaminya. Setelah saya persilakan untuk bercerita, mengalirlah ribuan kata-kata yang terangkai dalam kalimat demi kalimat keluhan, ratapan, serta harapan agar keluarga barunya bisa terselamatkan. 

Sengaja saya biarkan dia menceritakan apa yang sedang dia rasakan saat itu. Asumsi yang saya bangun berdasarkan referensi yang ada yaitu saat suasana hati seseroang sedang tidak nyaman, biasanya dia memiliki kebutuhan bercerita lebih banyak. Maka mendengarkan dengan sepenuh hati apa yang dia ceritakan semoga bisa mengurangi rasa penat dalam pikirannya yang telah lama disimpan .

Selesai bercerita, saya minta dia untuk bermain sandiwara atau bermain peran. Setelah dia memahami aturan mainnya, segera saya persiapkan beberapa kursi melingkar. Permainan sandiwara atau bermain peran pun dimulai.  Peran pertama kali yang harus dia perankan adalah menjadi dirinya sendiri. Peran selanjutny adalah menjadi pasangannya dan kemudian ditutup dengan berperan menjadi orang lain, entah itu orang tua, pemukan agama atau siapapun yang dianggapnya biaksana. 

Setelah permainan peran selesai, saya coba tanyakan apa yang dia dapatkan setelah sesi bermain peran selesai. Jawabannya sederhana saja "Alhamdulillaah.. jawabannya saya temukan dari dalam diri saya, ubah persepsimu maka berubah pula perilakumu. Menjadilah dirinya, maka kau kan temukan sarana jiwa bertumbuh temukan makna"

Cerita panjang tentang klien saya ini insya Allah akan saya bahas di tulisan yang lain. Intinya dalam sebuah konflik interpersonal, tak ada yang salah total. Perlu dipahami bahwa konflik interpersonal itu melibatkan minimal dua orang bukan? Maka mau tidak mau, masing-masing pasti memiliki andil dalam munculnya pertikaian tersebut, porsinya saja yang mungkin berbeda-beda. Memilih untuk kaku dengan persepsi dan pendapatnya sendiri apalagi merasa menang sendiri dan menganggap orang lain selalu salah, semuanya adalah hal-hal yang justru berpotensi memperuncing konflik yang muncul 

Maka solusinya adalah turunkan egomu, tenanglah lalu cobalah dengarkan apa hal dibalik sebuah pemikiran, ucapan dan perilaku dari pasanganmu. Selamat berbahagia kawan

Behind Every Behavior There are positive intention
 

No comments:

Post a Comment