Wednesday, July 31, 2013

3 Lapis Saringan


Saat kita menuangkan teko yang dalamnya berisi coklat panas, maka yang keluar dari teko tersebut tidak lain tidak bukan pastilah coklat juga. Bukan air putih, bukan teh, bukan juga air kopi. Begitu juga saat kita menanam biji jagung, maka yang akan tumbuh juga tanaman jagung.
taken from fantastichaki.files.wordpress.com
Dua analogi di atas bisa digunakan untuk menggambarkan mengenai diri kita. Apa yang mewujud dalam perilaku, ucapan, pemikiran kita, sangat tergantung dari apa saja yang sering kita 'konsumsi' dalam kehidupan sehari-hari. Baik yang kita konsumsi dari sisi fisik maupun dari sisi pikiran atau non fisik. 

Dari sisi fisik, maka saat tubuh kita sering dimasuki dengan makanan yang haram, dalam jangka panjang pasti juga akan berpengaruh terhadap perilaku dan kehidupan kita. Dari sisi non fisik, saat setiap hari yang kita 'konsumsi' adalah informasi-informasi yang negatif, gosip-gosip yang tidak bermanfaat, ucapan-ucapan kotor, maka produk yang dihasilkan oleh pikiran kita tidak akan jauh berbeda dengan apa yang masuk di dalam pikiran kita. 

Dalam hal ini, peran media, baik media cetak maupun elektronik memegang peranan yang besar. Saat saya membaca buku karangan Gobind Vashdef, di sana diceritakan mengenai teman bang Gobind yang cukup iseng. Apa keisengannya? Dia mengambil sebuah harian nasional, kemudian secara sengaja menempelkan kertas hitam di setiap berita negatif yang didapatkannya. Baik itu berita pembunuhan, berita korupsi, berita pencurian dan sebagainya.  Lalu apa yang terjadi? hampir 70% koran tersebut tertutup oleh kertas hitam tersebut. Luar biasa bukan? 

Maka kemampuan kita untuk memilah, memilih mana saja input yang bisa dimasukkan ke pikiran kita menjadi sebuah hal yang penting adanya. Saat kita dengan sadar menyaring informasi mana yang baik mana yang tidak, maka itu akan sangat membantu untuk kebaikan diri kita. Ada sebuah cerita menarik mengenai bagaimana kita melatih kesadaran diri kita dalam "menyaring" informasi yang disampaikan oleh media apapun atau oleh siapapun dalam kehidupan sehari-hari.

Suatu hari ada seorang bijaksana yang kedatangan seorang tamu. Setelah mempersilakan sang tamu masuk ke dalam rumahnya, orang bijaksana ini pun menanyakan maksud kedatangan tamunya ini, "Wahai saudaraku, ada gerangan apakah sehingga engkau bertamu ke rumahku ini"?.

"Oh, saya bertamu hanya untuk menyampaikan sebuah kabar berita tentang seseorang kepadamu" jawab tamu sang bijaksana.

"Baiklah kalau begitu. Namun sebelum engkau menyampaikan mengenai maksudmu, aku ingin mengujimu terlebih dahulu dengan menggunakan 3 lapis saringan" kata Sang Bijaksana menanggapi apa yang disampaikan tamunya.

"Hah... apa itu 3 Lapis Saringan?" sang tamu ingin tahu.

"Baiklah, saringan yang pertama, apakah berita yang ingin kau sampaikan adalah sesuatu yang BENAR?" tanya sang bijaksana.

"Hmm... sebenarnya aku belum bisa memastikan kebenarannya, karena aku hanya mendengarnya dari orang" jawab sang tamu.

"Oh.. baik kalau begitu, bisa jadi akan lolos di saringan yang kedua. Apakah yang akan kamu sampaikan adalah sesuatu yang BAIK?" Sang Bijaksana kembali bertanya.

Sang tamu menyahut, "Bukaan.. justru sebaliknya, yang akan kusampaikan adalah sesuatu yang buruk".

"Kalau begitu mari kita lanjutkan, siapa tahu lolos di saringan yang ketiga. Apakah apa yang akan kamu sampaikan nanti BERMANFAAT untukku?" tanya Sang Bijaksana.

Sang tamu pun terdiam sejenak, berpikir, lalu menjawab kembali "Sungguh, sebenarnya memang tak akan ada manfaatnya bagimu wahai saudaraku".

"Kalau apa yang ingin kau sampaikan bukan sesuatu yang BENAR, bukan sesuatu yang BAIK, dan bukan sesuatu yang BERMANFAAT, berarti tak ada alasan untuk engkau menyampaikannya kepadaku, lekaslah engkau pulang dan tinggalkan rumahku ini" kata Sang Bijaksana mengakhiri pembicaraannya.

Well, cerita di atas hanyalah ilustrasi sederhana saja. Mengenai bagaimana kita lebih aware dengan apapun yang berpotensi menimbulkan keburukan pada diri kita. Dalam aplikasinya sehari-hari memang tidak akan persis sama dengan cerita di atas. Intinya adalah pada kesadaran yang disertai dengan fleksibilitas dalam menerapkannya. Fleksibilitas yang dimaksudkan di sini tentu terkait dengan etika komunikasi, etika pergaulan dan lain sebagainya.

Sugeng ndalu,

*Salaman*

1 comment: