Wednesday, July 31, 2013

Fractura Hepatica


Beberapa waktu yang lalu saya mendapat klien seorang anak SMA yang ceritanya konsultasi ke saya mengenai masalah yang sedang dihadapinya. Sebut saja namanya Ani (bukan nama sebenarnya). Ani ini siswa kelas 3 sebuah SMA negeri. Saat itu Ani menceritakan bahwa ia sedang galau tingkat 10 (akut). Kenapa Ani menyebut angka 10? Karena campuran dari sedih, jengkel, cinta, marah, sakit hati, wis pokoknya campur-campur deh. 

Akhirnya saya minta agar Ani menceritakan apa yang sedang dialaminya. Apa yang menyebabkan dia menjadi galau tingkat 10 itu. Ani menceritakan bahwa baru saja dia diputus oleh cowoknya yang selama ini (menurut Ani) sudah dia cintai dengan sepenuh hati. Sudah banyak pengorbanan (menurut Ani lagi) yang dia lakukan untuk memperhatikan cowoknya ini.

Ani merasa dikhianati, karena tanpa sepengetahuan Ani ini, ternyata si cowok punya cewek lain selain dirinya. Parahnya lagi, kejadian itu sudah terjadi sangat lama dan Ani baru tahu belum lama. Dan yang membuat Ani semakin sakit hati, bukannya minta maaf, cowoknya ini malah minta putus dari Ani.

Terus saya dengarkan cerita dia sampai selesai. Sengaja saya biarkan dia cerita sampai selesai dulu, biar dia merasa lebih lega. Katanya kan mendengarkan sepenuh hati itu sudah sangat membantu untuk seseorang yang sedang mengalami ketidaknyamanan. Bahkan ada buku yang disana menyebutkan bahwa wanita itu kalau cerita tidak selalu memerlukan solusi. Wanita hanya perlu didengarkan dengan sepenuh hati, hanya perlu direspon, bukan pas cerita di potong di tengah jalan.

Oke, begitu melihat Ani ini sudah selesai cerita, saya lalu bertanya seperti ini, " Ani masih sekolah kan?". Sambil masih sedikit terisak, Ani menjawab dengan ketus, "ya iya lah mas". Saya pun melanjutkan, "Ani masih punya ayah- ibu? Sayangkah Ani dengan mereka?". "Masih punya mas, lengkap.. Jelas sayang lah mas" jawab Ani. 

Saya kembali bertanya " Oh.. yaa.. lebih sayang mana orang tua sama pacar kamu kemarin?".

"Lho ya jelas lebih saya orang tua saya dong mas" kata Ani dengan mantap.
"Hmm... saat kamu pacaran dulu, siapa yang lebih sering kamu inget? Siapa yang lebih sering kamu beri perhatian" tanya saya lagi.

Ani tidak menjawab, hanya menunduk terdiam. Saya melanjutkan, "Jadi siapa yang sebenarnya lebih berhak mendapatkan perhatian dan kasih sayang kamu untuk saat ini? Keluarga kamu? Orang tua kamu? Saudara kamu? atau pacar kamu?".

"Hmm.. ya seharusnya keluarga mas, karena mereka yang mau ngerti kita, mereka yang mau menerima kita apa adanya, mereka yang tulus menyayangi kita" jawab Ani pelan sambil menghela nafas.

"Baiklah, apakah kemarin saat kamu punya pacar kamu bisa berpikir seperti sekarang ini?  tanya saya.

"Terus terang baru sekarang mas saya ngerti  dengan hal ini, saya jadi ngerasa bersalah sama keluarga saya. Dulu, saya sering beliin pacar saya macam-maca. eh, adik saya, kakak saya, malah tidak pernah saya beliin apapun, termasuk orang tua" kata Ani sambil terus menunduk.

"Jadi kira-kira maksud Tuhan membuat kamu seperti sekarang ini baik atau sebaliknya?" tanya saya lagi.

"Hmm... iya mas, saya paham sekarang. Saya yakin ini karena Tuhan sayang sama saya, Tuhan pengen saya jadi lebih baik lagi. Tuhan pengen untuk saat ini sebaiknya memberikan kasih sayang, cinta, kepada mereka yang lebih berhak untuk mendapatkannya, makasih ya mas" jawab Ani.

"Itu baru satu hikmah Ani, tanyakan saja begini pada dirimu sendiri 'Ya Tuhan, hikmah apa lagi yang ingin Engkau sampaikan mengenai kejadian ini' dan semoga kamu bisa belajar banyak dari kejadian ini" kata saya mengakhiri pembicaraan dengan Ani.

Kisah di atas hanyalah ilustrasi saja. Pada beberapa kasus patah hati. Tidak cukup memang solusinya hanya dengan memaknai. Perlu penanganan khusus dengan terapi tertentu agar beban yang ada dalam hati bisa ter-release, ada proses memaafkan dan diperkuat lagi dengan pemaknaan ulang di dalamnya.

Anyway, sebenarnya saat terjadi yang disebut dengan Fractura Hepatica atau patah hati ini, itulah saat kita diberikan kesempatan untuk melihat terang kebijaksanaan. Bagi yang Tuhan kehendaki untuk menjadi manusia Agung, maka Tuhan sendirilah yang akan mengangkat 'palu', meremukkan hati mereka, dan bersemayam di dalamnya.

Sugeng Sonten, semoga bermanfaat.

*Salaman*

No comments:

Post a Comment