Friday, October 4, 2013

Nasehatilah dengan Hatimu

Beberapa waktu ini saya sedang diberikan amanah untuk menangani klien seorang anak yang (sementara ini) sedang mogok sekolah. Sesuatu yang sangat menantang bagi saya. Kenapa? karena posisi saya saat ini tidak hanya sebagai terapis saja tetapi lebih tepatnya beyond terapis. Tugas saya kali ini adalah menemukan atau menggali apa kira-kira penyebab dari anak ini tidak mau sekolah. Anyway, saya belum akan bahas di artikel ini. Insya Allah pada waktu yang tepat setelah menemukan rangkaian besarnya, akan saya posting.

Nah, dari kasus yang saya sedang tangani ini, at least walaupun belum terlalu banyak, saya juga belajar tentang bagaimana sebaiknya memperlakukan seorang anak. Bagaimana seharusnya melakukan komunikasi dengan seorang anak dan beberapa hal lain. Dalam hal ini, bagi penikmat novel, maka novel berjudul TOTTO-CHAN adalah salah satu novel yang sangat saya rekomendasikan untuk dibaca.

Setiap chapter selalu menyajikan hal-hal yang menarik seputar kehidupan tokoh utama dalam novel ini yang memiliki nama panggilan Totto-Chan. Bagian yang menjadi semakin menarik adalah saat cerita bergulir di suasana sekolah Totto-chan yang baru. Dimana sekolahnya? Sebut saja sekolah gerbong namanya. Ruang-ruang kelasnya adalah gerbong-gerbong kereta yang sudah tidak terpakai lagi. Saya yakin siapapun yang concern terhadap pendidikan baik itu orang tua maupun guru akan senang membaca novel ini, bahkan orang awam sekalipun (yang suka baca..hehehe..).

Terkait dengan judul yang saya buat di atas. Ada satu bagian dalam novel ini yang menceritakan bagaimana kepala sekolah memberikan nasehat lembut kepada Totto-chan ini. Ceritanya adalah saat Totto-chan mendapatkan hadiah pita dari bibinya. Oleh bibinya, pita ini kemudian di pasangkan di bagian belakang baju sekolah Totto-chan. Totto-chan sangat senang sekali memakainya.

Pada suatu hari, dipanggillah Totto-chan oleh kepala sekolah (orang paling bijaksana di sekolah Totto-chan). Saat Totto-chan datang, berkatalah kepala sekolah (saya ceritakan dengan bahasa saya), "Wah... sejak kapan kamu memakai pita itu Totto-chan? Bagus sekali yaa" puji kepala sekolah.
"Terima kasih pak kepala sekolah.. aku senang sekali dengan bajuku ini dan sudah 2x ini aku memakainya" jawab Totto-chan bangga.
"Kamu pantas sekali memakainya, bapak boleh tahu dari mana kamu mendapatkan pita di bajumu itu?" tanya kepala sekolah lagi.

Totto-chan pun semakin senang mendengar pertanyaan itu. Diceritakanlah awal mula dia bisa mendapatkan pita yang akhirnya dipasang di baju sekolahnya itu. Bagaimana akhirnya Bibinya bersedia memberikan pita itu untuk Totto-chan dan bahkan memasangkannya di baju milik Totto. Kepala sekolah mendengarkan dengan seksama dan antusias saat Totto-chan menceritakan hal-hal tersebut. Saat Totto-chan sudah selesai bercerita, berkatalah kepala sekolah,
"Wah...hebat sekali ya, emm.. kalau begitu pita itu hanya ada satu saja yaa? Kemarin Miyo-chan, temanmu,  menangis merengek-rengek minta dibelikan pita seperti punyamu ini. Bapak sudah berputar-putar di hampir seluruh toko di sini, tapi tidak menemukannya. Ternyata ini kain spesial dan impor ya?" kata kepala sekolah dengan mimik muka prihatin.

Totto-chan hanya terdiam saat mendengar apa yang disampaikan kepala sekolah. Belum sempat Totto-chan menjawabnya, kepala sekolah sudah berkata lagi, "Kalau begitu, bolehkah bapak minta tolong untuk mulai besok Totto-chan tidak memakai pita itu lagi saat ke sekolah? " pinta kepala sekolah sambil menatap lembut Totto-chan.

Mendengar pertanyaan kepala sekolah, Totto-chan terdiam sebentar. Hatinya berontak, tapi apa yang disampaikan kepala sekolah masuk akal juga. Kasihan teman-temannya yang juga ingin punya pita seperti miliknya, padahal hanya ada satu. Totto-chan juga merasa kasihan pada kepala sekolah. Terbayang sosok yang sudah tua itu berkeliling dari satu toko ke toko lain untuk menemukan sebuah pita yang memang hanya ada satu saja. Setelah berpikir sejenak, berkatalah Totto-chan "Baiklah, mulai besok aku tidak akan memakainya".

Ah, menarik sekali cara kepala sekolah dalam menyampaikan permintaannya. Kalau dalam konsep rekening tabungan emosi positif, di awal kepala sekolah "nabung" banyak emosi positif terlebih dahulu, baru kemudian "menariknya" kembali tabungan itu dengan sebuah permintaan kepada Totto-chan. Hasilnya? semua bisa terselesaikan dengan baik. Kepala sekolah melibatkan tidak hanya logika tapi juga perasaan. Kepala sekolah melibatkan hati untuk menasehati seorang Totto-chan.

Bagaimana dengan kita? mari terus belajar :)

Salam jumat barokah...

No comments:

Post a Comment