Wednesday, November 30, 2016

Apakah Pendidikan Menghambat Kreativitas (part 4-end)



Sir Ken Robinson dalam presentasinya di forum TED (2006) mengatakan bahwa sistem pendidikan di seluruh dunia memiliki hierarki subjek yang sama. Matematika dan Bahasa menempati peringkat tertinggi sedangkan ilmu-ilmu yang lain menempati urutan di bawahnya. Semakin dewasa usia anak, justru pendidikan lebih banyak difokuskan pada “pinggang ke atas”. Maksudnya adalah lebih banyak berfokus pada aspek kognitif yang bahkan juga hanya berfokus pada otak kirinya saja. 

Padahal menurut Gardner (dalam Chatib, 2010) kecerdasan seseorang dapat dilihat dari banyak dimensi. Tidak hanya berupa kecerdasan verbal atau logika saja. Maka Gardner memberi label “multiple” untuk menunjukkan luasnya makna sebuah kecerdasan. Sekaligus juga menunjukkan bahwa kecerdasan manusia bisa terus berkembang.

Berkaca pada model komponensial dua tingkat Runco dan Chand, saat seseorang mendapatkan semakin banyak knowledge atau mungkin lebih tepatnya dirangsang dengan begitu banyak pengetahuan dengan model yang bervariasi, tentu saja akan memunculkan lebih banyak ide kreatif yang menyebabkan seseorang tersebut bisa menyelesaikan berbagai macam problem yang dihadapinya, baik saat ini maupun di masa yang akan datang. Kalau kemudian Gardner juga mengatakan bahwa kecerdasan seseorang terkait dengan proses discovering ability, yaitu menemukan kemampuan seseorang, maka demikian juga dengan proses kreatif pada diri seorang anak. 

Kalau dikaitkan dengan proses pendidikan, maka diperlukan kreativitas pula dari para pengajar atau guru untuk merancang sebuah proses kreatif dalam pembelajaran sehingga menstimulasi para siswa untuk bisa mandiri menyelesaikan masalah-masalah yang ditemukannya.

Kondisi ini yang juga belum selalu ada pada sebuah sistem pendidikan pada sebuah negara, terutama di Indonesia. Masih jarang terdapat guru yang mampu mengajar dengan kreativitas baru dan menarik. Kondisi ini berarti mengindikasikan bahwa kualitas guru di Indonesia masih rendah. Kalau memang demikian adanya, berarti efektivitas sebuah kurikulum pada perguruan tinggi yang mencetak para guru juga harus dipertanyakan.

Jika dihubungkan dengan model sistem ala Csikzentmihalyi, bahwa proses kreatif berkaitan dengan perubahan pada sistem simbolik yang ada pada lingkungan individu yang mana ketika terjadi perubahan maka akan mempengaruhi pikiran dan perasaan dari anggota suatu kebudayaan. Dalam hal ini, kreativitas diandaikan sebagai sekelompok orang yang saling berbagi cara berpikir dan berperilaku, yang belajar satu dengan yang lain dan meniru perilaku masing-masing. 

Maka saat dalam sebuah lingkungan tertentu tidak dikreasikan untuk memancing munculnya iklim kreatif, maka anggota dalam lingkungan tersebut tentu saja tidak akan terstimuli untuk menjadi kreatif. Guru dalam sebuah institusi pendidikan memegang peranan penting sebagai figur otoritas sekaligus pemegang kebijakan yang bisa mengkondisikan lingkungan kelas atau sekolahnya untuk merangsang kreativitas dalam pembelajaran. Saat hal itu tidak dilakukan karena kurangnya kemampuan, tentu saja kreativitas di kalangan siswa akan sulit untuk muncul.

Kreativitas guru dalam mengajar ini bisa diterapkan di berbagai bidang kreativitas dalam pendidikan. Misalnya saja untuk memunculkan kreativitas dalam pendidikan dan pengajaran bahasa (Tin, 2010), maka sebaiknya guru dan siswa harus saling melibatkan diri untuk belajar tentang artikulasi misalnya, dan juga diberikan tugas untuk saling memberikan masukan kepada rekan yang lain. Beberapa kegiatan bisa dilakukan untuk meningkatkan kesadaran siswa maupun guru bahwa mereka telah melakukan sebuah produk dari kreativitas contohnya :
1.    Siswa dan guru saling memproduksi output tertentu (misalnya puisi)
2.    Siswa dan guru saling memberikan evaluasi untuk memilih mana hasil karya yang paling kreatif
3.    Siswa dan guru saling menuliskan evaluasi masing-masing
4.    Siswa dan guru membandingkan hasil karya paling kreatif dan yang paling kurang kreatif
5.    Siswa dan guru saling mendiskusikan kenapa satu hasil karya tersebut dianggap paling kreatif diantara yang lain

Dengan beberapa analisis di atas, apakah pendidikan menghambat kreativitas? Jika tidak ada perubahan apapun maka tentu saja jawabannya adalah ‘iya’. Ada beberapa tantangan yang harus diselesaikan untuk menciptakan individu yang kreatif :
1.    Proses seleksi untuk calon siswa atau mahasiswa seharusnya tidak hanya menekankan pada sisi kemampuan kognitif saja, melainkan juga memperhatikan kemampuan lain yang dimiliki pelamar.
2.    Keberadaan tenaga pengajar yang memiliki tingkat kreativitas yang tinggi
3.    Keberadaan sebuah sistem pembelajaran yang bisa menyesuaikan dengan pola belajar siswa
4.    Keberadaan sebuah sistem yang mengapresiasi untuk pola-pola kreatif yang muncul dari siswa dan memfasilitasi untuk mengembangkannya

Pendidikan seharusnya bisa menjadi solusi untuk semakin banyaknya orang kreatif di negara manapun termasuk Indonesia. Mendidik berarti menjadikan potensi seseorang yang telah ada bisa semakin berkembang, termasuk potensi untuk menjadi semakin kreatif. Pendidikan harus terjadi sepanjang hayat dan terjadi sebagai proses yang memanusiakan manusia.

No comments:

Post a Comment