Terinspirasi dari buku “10 Bersaudara Bintang Al Quran”.
Sebuah buku yang menceritakan sebuah kisah nyata mengenai sebuah keluarga yang
berhasil mendidik anak-anaknya untuk menjadi penghafal al Quran. Sungguh patut
dicermati bagaimana orang tuanya menerapkan pola pendidikan yang membuat
anak-anaknya pandai dalam hal Al Quran selain juga ternyata juga pandai dalam
hal kecerdasan umum.
Mari kita kenal dulu siapa sosok ayah dan ibunya. Ayahnya
bernama H. Mutamimul Ula S.H dan Dra Hj Wirianingsih. Awal kisah yang
diceritakan di buku ini adalah mengenai sosok ibu Wiwi muda yang ternyata
sedari mudanya memang telah menerapkan pola kehidupan yang baik. Saat
teman-temannya masih memegang prinsip hidup buku, pesta dan cinta, bu Wiwi ini
sudah hidup dekat dengan prinsip-prinsip keagamaan. Ayah dan Ibunda dari bu Wiwi ini juga saling
bahu membahu untuk memberikan pendidikan yang baik kepada puterinya ini.
bagaimana dengan sabar sang ibu mengajarkan kepada bu Wiwi ini Al Quran,
demikian juga dengan sang ayah yang memfasilitasi bu Wiwi untuk lebih mendalami
Agama dengan mengundang ustadz khusus ke rumah.
bu Wiwi memiliki sebuah prinsip yang sangat menarik, “takut
dan harap akan dicabutnya nikmat Allah berupa hidayah” Itulah yang beliau rasakan
selama membimbing anak-anaknya belajar Al Quran. Perkataan Sayyidina Ali yang berkata bahwa “7 tahun pertama anakmu, jadikan ia seperti
raja. 7 tahun berikutnya, jadikan ia seperti tawanan perang, ajarkan ia
kedisiplinan. 7 tahun berikutnya jadikan ia sebagai sahabat dan teman” juga
menjadi salah satu inspirasinya. Sejalan dengan perkembangan anak usia 7-12
tahun yang memang sudah waktunya ditanamkan kedisiplinan dalam hidupnya.
Beliau dan suaminya memiliki prinsip bahwa tanggung jawab
pendidikan keluarga tidak hanya merupakan tanggung jawab seorang ibu saja
melainkan harus ada sinergi antara ayah dan ibu. Ayah yang meletakkan landasan
visinya, ibu yang menjalankan misinya, mengisi kerangkanya.
Tauhid adalah hal pertama yang ditanamkan oleh bu Wiwi terhadap
anak-anaknya. Sebagaimana dalam surat Luqman ayat 13 saat Luqman memberi tahu
anaknya yaitu berupa larangan untuk menyekutukan Allah. Belajar juga dari
kisah-kisah Nabi, mulai dari Nabi Ibrahim dalam perjalanannya mencari
keyakinan. Mengenai bagaimana Hajar mengizinkan Ibrahim meninggalkan
keluarganya saat anaknya masih kecil, sampai kemudian putra beliau, Ismail,
yang mengizinkan dirinya untuk disembelih.
Keinginan beliau untuk menjadikan anak-anaknya menjadi
penghafal al Quran juga bersumber dari kisah-kisah ulama semacam Imam Syafi’I,
Imam Hasan Al Banna, Imam Yusuf Qardhawi yang sudah menghafal Quran di masa
anak-anak.
Untuk mendukung proses pendidikan terhadap anak-anaknya, bu
Wiwi dan suami tak segan menyediakan rumahnya sebagai tempat untuk pendidikan
Al Quran (mengaji ) bagi saudara-saudara dan teman-teman anaknya. Beliau
meyakini bahwa, selain dari pendidikan di dalam keluarga, pengaruh lingkungan
juga sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter anak-anaknya nanti.
Suaminya bu Wiwi, pak Tamim, meyakini bahwa kewajiban seorang
muslim terhadap Al Quran ada 6 yaitu :
1. Meyakini
2. Membaca
dengan tartil
3. Memahaminya
4. Mengamalkannya
5. Memperjuangkan,
menyebarkan, mendakwahkan
6. Menghafalkannya
Kenapa beliau dan bu Wiwi ingin anaknya menjadi penghafal Al
Quran? Karena dengan langsung mengambil poin ke enam, harapannya bisa menjadi
sebuah short cut untuk mengcover poin-poin sebelumnya.
(bersambung, baru sampai halaman 33 nih)
No comments:
Post a Comment