Friday, November 25, 2016

Tentang Buku “10 Bersaudara Bintang Al Quran” (bagian 1)



Terinspirasi dari buku “10 Bersaudara Bintang Al Quran”. Sebuah buku yang menceritakan sebuah kisah nyata mengenai sebuah keluarga yang berhasil mendidik anak-anaknya untuk menjadi penghafal al Quran. Sungguh patut dicermati bagaimana orang tuanya menerapkan pola pendidikan yang membuat anak-anaknya pandai dalam hal Al Quran selain juga ternyata juga pandai dalam hal kecerdasan umum.

Mari kita kenal dulu siapa sosok ayah dan ibunya. Ayahnya bernama H. Mutamimul Ula S.H dan Dra Hj Wirianingsih. Awal kisah yang diceritakan di buku ini adalah mengenai sosok ibu Wiwi muda yang ternyata sedari mudanya memang telah menerapkan pola kehidupan yang baik. Saat teman-temannya masih memegang prinsip hidup buku, pesta dan cinta, bu Wiwi ini sudah hidup dekat dengan prinsip-prinsip keagamaan.  Ayah dan Ibunda dari bu Wiwi ini juga saling bahu membahu untuk memberikan pendidikan yang baik kepada puterinya ini. bagaimana dengan sabar sang ibu mengajarkan kepada bu Wiwi ini Al Quran, demikian juga dengan sang ayah yang memfasilitasi bu Wiwi untuk lebih mendalami Agama dengan mengundang ustadz khusus ke rumah.

bu Wiwi memiliki sebuah prinsip yang sangat menarik, “takut dan harap akan dicabutnya nikmat Allah berupa hidayah” Itulah yang beliau rasakan selama membimbing anak-anaknya belajar Al Quran.  Perkataan Sayyidina Ali yang berkata bahwa “7 tahun pertama anakmu, jadikan ia seperti raja. 7 tahun berikutnya, jadikan ia seperti tawanan perang, ajarkan ia kedisiplinan. 7 tahun berikutnya jadikan ia sebagai sahabat dan teman” juga menjadi salah satu inspirasinya. Sejalan dengan perkembangan anak usia 7-12 tahun yang memang sudah waktunya ditanamkan kedisiplinan dalam hidupnya.

Beliau dan suaminya memiliki prinsip bahwa tanggung jawab pendidikan keluarga tidak hanya merupakan tanggung jawab seorang ibu saja melainkan harus ada sinergi antara ayah dan ibu. Ayah yang meletakkan landasan visinya, ibu yang menjalankan misinya, mengisi kerangkanya.

Tauhid adalah hal pertama yang ditanamkan oleh bu Wiwi terhadap anak-anaknya. Sebagaimana dalam surat Luqman ayat 13 saat Luqman memberi tahu anaknya yaitu berupa larangan untuk menyekutukan Allah. Belajar juga dari kisah-kisah Nabi, mulai dari Nabi Ibrahim dalam perjalanannya mencari keyakinan. Mengenai bagaimana Hajar mengizinkan Ibrahim meninggalkan keluarganya saat anaknya masih kecil, sampai kemudian putra beliau, Ismail, yang mengizinkan dirinya untuk disembelih.
Keinginan beliau untuk menjadikan anak-anaknya menjadi penghafal al Quran juga bersumber dari kisah-kisah ulama semacam Imam Syafi’I, Imam Hasan Al Banna, Imam Yusuf Qardhawi yang sudah menghafal Quran di masa anak-anak.

Untuk mendukung proses pendidikan terhadap anak-anaknya, bu Wiwi dan suami tak segan menyediakan rumahnya sebagai tempat untuk pendidikan Al Quran (mengaji ) bagi saudara-saudara dan teman-teman anaknya. Beliau meyakini bahwa, selain dari pendidikan di dalam keluarga, pengaruh lingkungan juga sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter anak-anaknya nanti.

Suaminya bu Wiwi, pak Tamim, meyakini bahwa kewajiban seorang muslim terhadap Al Quran ada 6 yaitu :
1.      Meyakini
2.      Membaca dengan tartil
3.      Memahaminya
4.      Mengamalkannya
5.      Memperjuangkan, menyebarkan, mendakwahkan
6.      Menghafalkannya

Kenapa beliau dan bu Wiwi ingin anaknya menjadi penghafal Al Quran? Karena dengan langsung mengambil poin ke enam, harapannya bisa menjadi sebuah short cut untuk mengcover poin-poin sebelumnya. 

(bersambung, baru sampai halaman 33 nih)

No comments:

Post a Comment