Friday, November 25, 2016

Bangun Sinergi Siswa-Orang Tua Hadapi UN dengan Bahagia



Ujian kelulusan merupakan salah satu periode penting dalam tahap perkembangan seorang siswa. Mereka yang bisa melaluinya dengan sukses, sudah pasti akan mempermudah langkah mereka pada tahap pendidikan selanjutnya dan sebaliknya jika mereka justru gagal melewatinya. Mereka yang berhasil melewati ujian kelulusan dengan baik biasanya akan dianggap sebagai siswa yang memiliki prestasi belajar yang baik.

Terkait dengan prestasi belajar ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial berpengaruh terhadap prestasi belajar. juga ditemukan adanya pengaruh positif dari konsep diri terhadap prestasi belajar siswa (Rensi&Sugiarti,2010). Penelitian lain menyebutkan bahwa prestasi belajar siswa dipengaruhi juga oleh self efficacy (efikasi diri) yang dimilikinya (Widanarti&Indati, 2002). Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa terdapat korelasi yang sangat signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan self efficacy. Semakin tinggi dukungan sosial keluarga yang dimiliki remaja, maka semakin tinggi pula self efficacy remaja tersebut.

Menurut Bandura, Self Efficacy adalah penilaian seseorang mengenai seberapa besar kemampuannya dalam menghadapi suatu situasi yang dialaminya, termasuk dalam hal akademik. Maka remaja yang memiliki self efficacy yang tinggi akan lebih aktif dan giat dalam berusaha serta lebih berani dalam menetapkan tujuan yang ingin dicapai. Juga memiliki motivasi yang tinggi sehingga mempunyai prestasi akademik yang tinggi.

Selain faktor dukungan sosial keluarga, beberapa faktor lain yang berpengaruh pada self efficacy remaja adalah keberhasilan remaja dalam menyelesaikan tugas sebelumnya dan juga pengalaman sukses orang lain sebagai model. Selain itu, terdapat juga faktor dari kondisi psikologis dan emosional dari remaja itu sendiri.

Dukungan keluarga dan self efficacy ternyata juga memiliki hubungan yang signifikan terhadap keberadaan self regulated learning pada remaja (Adicondro&Purnamasari, 2011). Menurut Winne (Santrock, 2007) self regulated learning adalah kemampuan untuk memunculkan dan memonitor sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan ini bisa jadi berupa tujuan akademik (meningkatkan pemahaman dalam membaca, menjadi penulis yang baik, belajar perkalian,mengajukan pertanyaan yang relevan), atau tujuan sosio emosional (mengontrol kemarahan, belajar akrab dengan teman sebaya).

Data dari laporan pelaksanaan UN 2014 yang diterbitkan oleh Balitbang Kemendikbud menyebutkan bahwa keberhasilan siswa dalam menempuh UN dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor yang berasal dari siswa, faktor guru, dan faktor sekolah. Salah satu faktor yang berasal dari siswa adalah kesiapan siswa dalam menghadapi UN, seperti kesiapan fisik, kesiapan mental, serta upaya yang dilakukan dalam mempersiapkan diri menghadapi UN. Faktor kesiapan siswa dalam menghadapi UN dapat diukur melalui tingkat persepsi siswa terhadap UN, diantaranya kecemasan siswa dan kesiapan siswa dalam menghadapi ujian nasional.

Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa faktor kecemasan memang ada pada siswa tetapi masih dalam batas yang wajar, yang dinyatakan oleh 45,66% responden dari total survey yang dilakukan kepada peserta UN tahun 2013/2014 di 31 provinsi yang melibatkan 2.154 responden.

Perilaku cemas merupakan salah satu dampak dari adanya stres pada anak. Akibat dari stres yang dialami anak adalah munculnya perilaku cemas, tidak percaya diri, pemalu, agresif, harga diri yang rendah, tertutup, dan gejala psikosomatis. Jika stress yang dialami ini tidak segera diatasi, maka dikhawatirkan tingkat stresnya menjadi lebih tinggi bahkan sampai pada level depresi hingga memungkinkan seseorang untuk menyakiti diri sendiri bahkan bunuh diri (Hawari, 2011, dalam Habiby dan Wangid)

Penanganan terhadap gangguan jiwa seperti stres dan depresi memerlukan upaya-upaya yang bersifat holistik baik pada aspek fisik, psikologik, psiko sosial, dan psiko religious (Hawari, 2011 dalam Habiby dan Wangid) Sedangkan dalam konsep strategi manajemen stres menurut Hunsaker (2001, dalam Habiby dan Wangid), terdapat dua kategori utama yaitu: Problem Focus Strategies dan Emotional  Focus Strategies.

Problem Focus Strategies dapat diaplikasikan ketika kita yakin adanya kemungkinan untuk membuang atau mengubah stressor, jika cara tersebut tidak berhasil maka cara kedua bisa dilakukan dengan cara memodifikasi reaksi negatif yang menyebabkan stress sehingga kita merasa lebih optimis dan percaya diri. Pada kasus stres siswa dalam menghadapi ujian nasional, nampaknya cara yang pertama sangat tidak mungkin untuk dilakukan karena stressor utamanya berupa sebuah kebijakan pemerintah yang bersifat mengikat dan menyeluruh.

Faktor lain yang juga tidak bisa dirubah adalah faktor situasi dimana orang tua, sekolah, media massa, lingkungan dan guru memberi tuntutan dan tekanan yang tidak bisa ditolak oleh siswa. Maka Emotional Focus Strategies dapat dilakukan dengan berusaha merubah cognitive appraisal negatif siswa dalam menghadapi ujian nasional. Pelatihan/training motivasi adalah cara yang sering dipakai dalam Emotional Focus Strategies. Pelatihan motivasi yang memberikan muatan materi pada aspek kognitif, emosi dan spiritual secara efektif dapat menurunkan tingkat stres siswa dalam menghadapi ujian nasional pada siswa (Habiby&Wangid, 2013).

No comments:

Post a Comment