“Tidak ada orang yang
malas, yang ada adalah orang yang belum tahu apa tujuannya atau belum tahu arti
penting dari tujuannya”
Sekolah
adalah salah satu tahap yang harus dijalani dalam kehidupan seorang anak maupun
remaja. Walaupun demikian, ternyata cukup banyak permasalahan anak yang terkait
dengan kehidupan sekolahnya. Salah satunya adalah mogok sekolah atau munculnya
keengganan anak untuk mengikuti kegiatan yang terkait dengan sekolah.
Terdapat
beberapa istilah yang terkait dengan mogok sekolah ini, seperti school refusal, school fobia, school
avoidance, juga truancy. Definisi
school refusal, school fobia atau school avoidance hampir mirip, semuanya
terkait dengan ketakutan atau munculnya keinginan anak untuk menjauhi sekolah.
Adapun truancy mengacu pada bentuk
penghindaran terhadap sekolah yang berkaitan dengan kenakalan dan
ketidatertarikan terhadap kegiatan sekolah. Anak yang disebut truant tidak
mengikuti sekolah lebih karena alasan- alasan seperti malas, tidak mau mengikuti
aturan‐aturan di sekolah, atau lebih menyukai aktivitas lain seperti main games
atau seperti yang terjadi pada anak‐anak jalanan di Indonesia, mereka lebih suka untuk berkeliaran di jalanan. Mereka
tidak mempunyai rasa bersalah yang berarti dengan meninggalkan sekolah.
Beberapa
penelitian menyebutkan tentang penyebab munculnya truancy ini, diantaranya yaitu :
·
Permasalahan emosional
·
Penyalahgunaan obat
terlarang
·
Munculnya kehamilan pada
masa remaja
·
Permasalahan dalam
keluarga
·
Permasalahan pada
kesehatan fisik dan mental
·
Permasalahan financial
Kurangnya
pengawasan orang tua menjadi salah satu pemicu munculnya anak-anak bermasalah
ini. Kurang lebih 30% penyebab truancy ini
adalah karena orang tua mereka yang bekerja di luar negeri.
Sebuah
contoh kasus di Rumania, beberapa penyebab pokok dari truancy yang terjadi di sana adalah sebagai berikut :
1.
Keluarga, mulai dari keluarga
yang bekerja di luar negeri, kurangnya pengawasan orang tua walaupun orang
tuanya berada di rumah, perbedaan pandangan tentang pendidikan
2.
Sekolah, mulai dari lingkungan
sekolah (baik guru maupun siswa) yang tidak kondusif, aturan di sekolah yang
sangat fleksibel untuk siswa yang tidak disiplin, kurangnya peralatan yang
mendukung pembelajaran di sekolah, penggunaan metode ekspositori yang
berlebihan
3.
Ekonomi, siswa
yang sekolah sambil bekerja, memiliki single
parent
4.
Siswa itu sendiri, ketidakmampuan
siswa menghadapi teman-temannya yang mengajaknya membolos, permasalahan fisik
dan emosional yang dihadapi
5.
Sosial, kurangnya contoh positif
dalam lingkungan akademik, rendahnya hubungan antara pencapaian akademik dengan
penghargaan sosial.
Permasalahan
terkait enggan bersekolah ini tidak hanya dialami oleh anak-anak, tetapi juga
oleh remaja. Faktor penyebabnya pun bervariasi, sebagai berikut :
·
Gangguan kecemasan
berpisah dari figur lekat
·
Kecemasan saat bertemu
dengan teman-temannya setelah ia membuat ulah di sekolah
·
Adanya pengalaman
traumatik tertentu yang belum terungkap
·
Keinginan untuk menarik
diri dari permasalahan yang dihadapi
Faktor
adanya pengalaman traumatik dan keinginan untuk menarik diri dari permasalahan
yang dihadapi biasanya dilatarbelakangi oleh kepribadian dari anak yang
cenderung kurang percaya diri, rendahnya harga diri (Self esteem), kurangnya
kemandirian dan tanggung jawab serta rendahnya kemampuan sosial.
Kepribadian
yang baik, menurut Conger (1977) yaitu :
1.
Positive Self Value, misalnya
optimis dengan diri sendiri, penerimaan diri dan konsep diri yang positif
2.
Acceptance of Authority, antara
lain diwujudkan dengan memenuhi keinginan orang tua dan orang lain yang
dihormati dan berkeinginan menyenangkan hati mereka
3.
Positive Interpersonal Relationship, yaitu berminat dalam berhubungan dengan orang lain dan
responsif terhadap perasaan orang lain
4.
Spontan dalam bertindak,
tidak mengalami konflik antara tuntutan untuk mandiri dan tuntutan lingkungan
5.
Berorientasi akademik,
rajin menambah pengetahuan dan disiplin dalam mengatur waktu
6.
Berorientasi pada tujuan
yang realistis, mampu menunda kepuasan yang sifatnya sementara demi mencapai
kepuasan yang lebih besar di kemudian hari
7.
Mampu mengontrol dan
memanfaatkan kecemasan hidupnya ke arah pekerjaan yang produktif
Kepribadian remaja terbentuk
oleh dua sisi sekaligus yaitu sisi subjektif (dalam diri remaja itu sendiri) dan
dari sisi objektif (dari luar dirinya). Menilik pada usianya, maka tidak
mengherankan jika sisi subjektif dari remaja memegang peranan yang lebih besar
karena pada masa tersebut, dalam menanggapi situasi yang dihadapinya ia akan
cenderung menggunakan referensi yang sudah dimilikinya
Referensi yang dimiliki oleh
seorang remaja dalam menjalani kehidupannya tentu saja juga tidak muncul begitu
saja. Boleh jadi faktor terbesarnya adalah kurang idealnya pola asuh yang
diterima oleh anak dari orang tuanya, baik pola asuh yang terlalu memanjakan
dan tidak disiplin atau kebalikannya yang justru sangat menuntut.
Keberhasilan penanganan
terhadap permasalahan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu :
1.
Karakteristik
kepribadian dari anak sendiri, apakah ia memiliki motivasi yang kuat untuk
keluar dari masalah, apakah ia berhasil mengatasi konflik internalnya sendiri
dan apakah anak kooperatif dengan proses penanganan yang dilakukan
2.
Dukungan dari orang tua
3.
Dukungan dari pihak
sekolah
4.
Proses konseling yang berkelanjutan
No comments:
Post a Comment