Friday, November 25, 2016

Sedikit tentang Anak Malas atau Mogok Sekolah



Tidak ada orang yang malas, yang ada adalah orang yang belum tahu apa tujuannya atau belum tahu arti penting dari tujuannya”

Sekolah adalah salah satu tahap yang harus dijalani dalam kehidupan seorang anak maupun remaja. Walaupun demikian, ternyata cukup banyak permasalahan anak yang terkait dengan kehidupan sekolahnya. Salah satunya adalah mogok sekolah atau munculnya keengganan anak untuk mengikuti kegiatan yang terkait dengan sekolah.

Terdapat beberapa istilah yang terkait dengan mogok sekolah ini, seperti school refusal, school fobia, school avoidance, juga truancy. Definisi school refusal, school fobia atau school avoidance hampir mirip, semuanya terkait dengan ketakutan atau munculnya keinginan anak untuk menjauhi sekolah. Adapun truancy mengacu pada bentuk penghindaran terhadap sekolah yang berkaitan dengan kenakalan dan ketidatertarikan terhadap kegiatan sekolah. Anak yang disebut truant tidak mengikuti sekolah lebih karena alasan- alasan seperti malas, tidak mau mengikuti aturanaturan di sekolah, atau lebih menyukai aktivitas lain seperti main games atau seperti yang terjadi pada anakanak jalanan di Indonesia, mereka lebih suka untuk berkeliaran di jalanan. Mereka tidak mempunyai rasa bersalah yang berarti dengan meninggalkan sekolah.

Beberapa penelitian menyebutkan tentang penyebab munculnya truancy ini, diantaranya yaitu :
·         Permasalahan emosional
·         Penyalahgunaan obat terlarang
·         Munculnya kehamilan pada masa remaja
·         Permasalahan dalam keluarga
·         Permasalahan pada kesehatan fisik dan mental
·         Permasalahan financial

Kurangnya pengawasan orang tua menjadi salah satu pemicu munculnya anak-anak bermasalah ini. Kurang lebih 30% penyebab truancy ini adalah karena orang tua mereka yang bekerja di luar negeri.

Sebuah contoh kasus di Rumania, beberapa penyebab pokok dari truancy yang terjadi di sana adalah sebagai berikut :
1.       Keluarga, mulai dari keluarga yang bekerja di luar negeri, kurangnya pengawasan orang tua walaupun orang tuanya berada di rumah, perbedaan pandangan tentang pendidikan
2.      Sekolah, mulai dari lingkungan sekolah (baik guru maupun siswa) yang tidak kondusif, aturan di sekolah yang sangat fleksibel untuk siswa yang tidak disiplin, kurangnya peralatan yang mendukung pembelajaran di sekolah, penggunaan metode ekspositori yang berlebihan
3.      Ekonomi, siswa yang sekolah sambil bekerja, memiliki single parent
4.      Siswa itu sendiri, ketidakmampuan siswa menghadapi teman-temannya yang mengajaknya membolos, permasalahan fisik dan emosional yang dihadapi
5.      Sosial, kurangnya contoh positif dalam lingkungan akademik, rendahnya hubungan antara pencapaian akademik dengan penghargaan sosial.

Permasalahan terkait enggan bersekolah ini tidak hanya dialami oleh anak-anak, tetapi juga oleh remaja. Faktor penyebabnya pun bervariasi, sebagai berikut :
·         Gangguan kecemasan berpisah dari figur lekat
·         Kecemasan saat bertemu dengan teman-temannya setelah ia membuat ulah di sekolah
·         Adanya pengalaman traumatik tertentu yang belum terungkap
·         Keinginan untuk menarik diri dari permasalahan yang dihadapi
Faktor adanya pengalaman traumatik dan keinginan untuk menarik diri dari permasalahan yang dihadapi biasanya dilatarbelakangi oleh kepribadian dari anak yang cenderung kurang percaya diri, rendahnya harga diri (Self esteem), kurangnya kemandirian dan tanggung jawab serta rendahnya kemampuan sosial.

Kepribadian yang baik, menurut Conger (1977) yaitu :
1.       Positive Self Value, misalnya optimis dengan diri sendiri, penerimaan diri dan konsep diri yang positif
2.      Acceptance of Authority, antara lain diwujudkan dengan memenuhi keinginan orang tua dan orang lain yang dihormati dan berkeinginan menyenangkan hati mereka
3.      Positive Interpersonal Relationship, yaitu berminat dalam berhubungan dengan orang lain dan responsif terhadap perasaan orang lain
4.      Spontan dalam bertindak, tidak mengalami konflik antara tuntutan untuk mandiri dan tuntutan lingkungan
5.      Berorientasi akademik, rajin menambah pengetahuan dan disiplin dalam mengatur waktu
6.      Berorientasi pada tujuan yang realistis, mampu menunda kepuasan yang sifatnya sementara demi mencapai kepuasan yang lebih besar di kemudian hari
7.      Mampu mengontrol dan memanfaatkan kecemasan hidupnya ke arah pekerjaan yang produktif

Kepribadian remaja terbentuk oleh dua sisi sekaligus yaitu sisi subjektif (dalam diri remaja itu sendiri) dan dari sisi objektif (dari luar dirinya). Menilik pada usianya, maka tidak mengherankan jika sisi subjektif dari remaja memegang peranan yang lebih besar karena pada masa tersebut, dalam menanggapi situasi yang dihadapinya ia akan cenderung menggunakan referensi yang sudah dimilikinya

Referensi yang dimiliki oleh seorang remaja dalam menjalani kehidupannya tentu saja juga tidak muncul begitu saja. Boleh jadi faktor terbesarnya adalah kurang idealnya pola asuh yang diterima oleh anak dari orang tuanya, baik pola asuh yang terlalu memanjakan dan tidak disiplin atau kebalikannya yang justru sangat menuntut.

Keberhasilan penanganan terhadap permasalahan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu :
1.       Karakteristik kepribadian dari anak sendiri, apakah ia memiliki motivasi yang kuat untuk keluar dari masalah, apakah ia berhasil mengatasi konflik internalnya sendiri dan apakah anak kooperatif dengan proses penanganan yang dilakukan
2.      Dukungan dari orang tua
3.      Dukungan dari pihak sekolah
4.      Proses konseling yang berkelanjutan

No comments:

Post a Comment