Saturday, February 1, 2014

Berguru pada Matahari

Pagi adalah menyenangkan, pagi adalah anugerah, pagi adalah awal kebahagiaan. Apapun persepsimu tentang pagi, itu adalah hakmu. Hal yang lebih penting adalah keberadaan pagi yang takkan terelakkan untuk kita jalani. Sebagaimana malam saat hari menjadi gelap, pagi adalah saat kita bisa melihat matahari. 

Tentang matahari, bagaimana engkau melihat matahari, itu juga terserah engkau. Engkau akan melihat matahari sebagai sebuah fenomena biasa saja, engkau akan melihat matahari sebagaimana engkau melihat ciptaan Tuhan yang lain, itu adalah hakmu untuk membuat persepsi. Apapun persepsimu takkan menjadikan matahari ngambek dan kemudian tak mau lagi bersinar. Matahari tetaplah matahari. Matahari tetap akan menjalankan tugasnya sebagai matahari yang menerangi bumi dengan sinarnya.

Tak peduli beberapa orang akan protes karena terkena paparan sinarnya yang barangkali sangat panas, matahari tetap akan memancarkan sinarnya. Karena dia memiliki tugas yang jauh lebih dari sekedar mendengarkan celotehan manusia yang tak akan ada ujung pangkalnya. Karena barangkali matahari sadar bahwa tugasnya sama sekali tak ada hubungannya dengan manusia. Karena matahari mengacu pada sebuah perintah mulia yang dibuatkan oleh Tuhan untuknya. 

Terkadang dia pancarkan sinar yang menyejukkan, pagi hari. Kemudian dia pancarkan sinar yang semakin panas, siang hari. Kembali dia pancarkan kesejukan kembali, sore hari. Bukankah memang demikian siklus hidup manusia. Manusia yang memang harus jumpai ketenangan dan ketidaktenangan, manusia yang harus jumpai kelebihan dan kekurangan. Walaupun semua itu juga hanya tentang persepsi saja. 

Matahari selalu tersenyum, menyapa mereka-mereka yang bergerak lebih awal. Menyambut datangnya pagi, menyambut kehangatan anugerah sang pencipta.

No comments:

Post a Comment