Tuesday, February 25, 2014

The Ground Rules for Parents (part 2)

Baiklah... mari kita lanjutkan pembahasannya...
Kemarin, kita telah membahas 5 hal, lainnya akan kita bahas di bagian ini.

6. If You try, you won't succeed
Yang sering kita sampaikan adalah "Ayo coba lakukan" atau mungkin sebuah pertanyaan seperti "bisakah kau mencoba untuk melakukannya?". Menjadi sebuah pemahaman yang rancu apakah yang diberikan perintah hanya diminta mencoba saja, gagal itu wajar ataukah ada penekanan agar si penerima perintah merasa 'harus' melakukannya? So, akan lebih memberdayakan saat kata "try/coba" kita ganti dengan "do it/ Lakukan".

7. The Map is not the territory
Kalau kita melihat sebuah peta yang terpampang, apakah itu mencerminkan keadaan yang senyatanya dari daerah tersebut? Tentu tidak bukan. Demikian juga saat kita (as parents or adults) berhubungan dengan anak-anak. Map kita dalam menyikapi sebuah hal tentu saja berbeda dengan Map anak-anak. Artinya, kita tidak bisa memaksakan pola pikir kita kepada anak-anak. Cara lebih baik adalah pahami dulu bagaimana pola pikir mereka, masuk ke dunia mereka dan ubahlah mereka menggunakan pola pikir yang mereka miliki. Ah.. bukankah saat kita memasukkan kaki kita ke sepatu anak-anak, maka sepatu itu menjadi tidak muat di kaki kita, kawan?

8. Look the poitive intention
Yakini bahwa di balik setiap perilaku seseorang pasti terkandung sebuah niatan yang positif. Maka saat menghadapi perilaku anak yang 'berbeda', sebaiknya ada upaya dari parents untuk menggali lebih jauh, apa sebenarnya niat positif yang ingin anak sampaikan dibalik perilaku tersebut?

9. Mind the gap
Seringkali kita bereaksi atas sebuah hal yang terjadi pada diri kita secara 'associate' (melihat langsung dari sudut pandang kita-menjadi kita sendiri). Padahal untuk melihat lebih jernih sebuah permasalahan, termasuk dengan anak-anak. Kita perlu melihat dengan 'dissassociate' (kita melihat diri kita, atau kita menjadi orang lain melihat masalah tersebut). Keuntungannya, dalam posisi 'dissassociate' ini, kita bisa jauh lebih objektif karena keterlibatan emosional sudah sangat terkurangi.

10. The person with the most flexibility controls the system
Sebagaimana pesenam yang begitu pandai meliuk-liukkan badannya sehingga banyak gerakan akrobatik yang bisa dilakukan, kita pun perlu menjadi fleksibel dalam menerapkan semua pemahaman ataupun aturan-aturan yang telah kita pahami terkait dengan pengajaran kepada anak-anak. Sebuah aturan bisa jadi baik dalam konteks tertentu, dan menjadi sangat tidak efektif dalam konteks yang lain. Maka fleksibilitas dan kreativitas sangat diperlukan dalam aplikasikan aturan-aturan yang sudah ada agar bisa berdampak positif kepada anak. 

#END

No comments:

Post a Comment